Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia kembali mengadakan acara rutin Diklat Teknik Subtantif Tashih Al-Qur’an. Acara yang ini berlangsung selama enam hari yaitu 16-22 April 2018, dan bertempat di Pusdiklat Kemenag yang berada di Ciputat, Jakarta.
Para pesertanya adalah para peneliti dan para penggiat Al-Qur’an, para trainer, akademini, beberapa lapisan masyarakat bahkan para eselon dari seluruh Indonesia pun turut serta dalam acara diklat ini.
Dalam rangka upaya bimbingan dan pembinaan dari Kemenag untuk mengatasi fenomena penerbitan Al-Qur’an yang beragam, seperti halnya dicetak dengan edisi tajwid yang berwarna. Dalam masalah ini tentu ada pro serta kontranya. Seperti halnya dengan tajwid berwarna, akan lebih memudahkan masyarakat dalam membacanya. Namun yang kontra, aka nada pergeseran nilai dalam memahami tajwid itu sendiri.
“ketika nanti ditanya, apa itu idgham misalnya, maka jawabannya adalah idgham yang berwarna merah. Bayangkan jika banyaknya penerbit dan masing-masing memiliki ciri khas warna yang berbeda-beda, tentu ini akan menggeser nilai kaidah tajwid itu sendiri. Maka perlulah Lajnah Pentashih Al-Qur’an ini membentuk suatu rumusan terkait masalah ini.” Jelas Ustadz Jumroni Ayana, M.Ag selaku mudir LTQ yang juga menjadi peserta acara ini.
Banyak lagi hal-hal penting yang dibahas terkait Pentashihan Al-Qur’an ini, selain itu, para peserta juga diajak untuk praktik bagaimana mentashih Al-Qur’an sesuai dengan rumusannya, karena Al-Qur’an ini adalah sangat sakral dari sisi manapun, baik itu penulisan, bacaan, terjemah hingga tafsir, bagaimana menentukan dhabt atau tanda baca dan sakl atau harakatnya.